/ 25 April 2024
RINGKASAN DISERTASI REKONSTRUKSI REGULASI PERWALIAN MELALUI MEKANISME WALI ADHAL,

RINGKASAN DISERTASI REKONSTRUKSI REGULASI PERWALIAN MELALUI MEKANISME WALI ADHAL,

Oleh: Dr. Nursaidah, S.Ag., M.H. (Hakim Pengadilan Agama Salatiga)

  1. PENDAHULUAN

Secara umum al-Quran menggambarkan terjadinya hubungan suami isteri secara sah, mempunyai implikasi hukum dalam kaitannya dengan ijab kabul (serah terima). Ijab kabul pernikahan pada hakekatnya adalah ikrar dari calon isteri melalui walinya dan dari calon suami untuk hidup seia sekata, guna mewujudkan keluarga sakinah dengan melaksanakan segala tuntunan ajaran agama serta melaksanakan segala kewajiban sebagai seorang suami.

Pada kenyataannya wali nikah seringkali menjadi permasalahan atau halangan dalam melangsungkan suatu perkawinan karena wali nikah yang paling berhak ternyata tidak bersedia atau menolak untuk menjadi wali bagi calon mempelai perempuan dengan berbagai alasan, baik alasan yang dibenarkan oleh syar’i maupun yang tidak dibenarkan oleh syar’i. Jika hal tersebut terjadi, maka Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama setempat akan mengeluarkan surat penolakan perkawinan dengan alasan wali nikah yang tidak bersedia menikahkan calon mempelai perempuan dengan calon mempelai laki-laki, wali tersebut dinamakan wali Adhal.[1]Sehingga calon mempelai perempuan yang keberatan dengan hal tersebut dapat mengajukan permohonan penetapan wali Adhal kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah.[2].

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat (3) menegaskan Negara Indonesia adalah Negara Hukum, Hal itu menunjukan betapa pentingnya fungsi lembaga peradilan di Indonesia. Suatu Negara dapat dikatakan sebagai Negara

hukum dapat diukur dari pandangan bagaimana hukum itu diperlakukan, apakah ada sistem peradilan yang baik dan tidak memihak serta bagaimana bentuk-bentuk pengadilannya dalam menjalankan fungsi peradilan. Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang baragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang-undang ini, sebagaiman yang dimaksud dalam UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.

Berlakunya undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama secara konstitusional merupakan salah satu badan peradilan yang disebut dalam pasal 24 UUD 1945. Tugas Pengadilan Agama bukan sekedar memutus perkara melainkan menyelesaikan sengketa sehingga terwujud kedamaian antara pihak-pihak yang bersengketa, tercipta rasa keadilan pada masing-masing pihak yang berperkara serta tegaknya hukum dan kebenaran pada perkara yang diperiksa dan diputus. Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah.

Delengkapnya silahkan download disini

[1]. Wali adhal adalah penolakan wali untuk menikahkan anak perempuannya yang berakal dan sudah baligh dengan laki-laki yang sepadan dengan perempuan itu. Jika perempuan tersebut telah meminta (kepada walinya) untuk dinikahkan dan masing-masing calon mempelai itu saling mencintai, maka penolakan demikian menurut syara‟ dilarang. Lihat Wahbah al Zuhail, al Fiqh al Islami wa Adillatuhu, jilid. 9, terj. Abdul Hayyi al-Kattani, dkk., Jakarta: Gema Insani, 2007, hlm.343.

[2]Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan AgamaEdisi Revisi, cetakan tahun 2014 hlm. 139.

Skip to content